Ilmu Asbabi Wurudi'l Hadits

Yang dimaksud dengan Ilmu Asbabi Wurudi’l-Hadits ialah ilmu pengetahuan yang menerangkan sebab lahirnya hadits.[1] Faidah-faidah mengetahui Asbabu Wurudi’l-Hadits adalah sebagai berikut:
a.         Menentukan adanya takhshish hadits yang bersifat umum.
b.        Membatasi pengertian hadits yang masih mutlaq.
c.         Men-tafshil (merinci) hadits yang masih bersifat globab (umum).
d.        Menentukan ada atau tidaknya nasikh-mansukh dalam suatu hadits.
e.        Menjelaskan ‘illah (sebab-sebab) ditetapkannya suatu hukum
f.          Menjelaskan maksud suatu hadist yang masih musykil

Cara-cara mengetahui sebab-sebab lahirnya hadits :
Menurut Al-Bulqiny, bahwa sebab-sebab lahirya hadits itu ada yang sudah tercantum dalam hadits itu sendiri dan ada juga yang tidak tercantum dalam hadits tersebut tapi tercantum dalam hadits lain. Berikut ini contoh Asbabu Wurudi’l-Hadits yang tercantum di dalam hadits itu sendiri, yaitu hadits Abu Dawud yang tercantum dalam Kitab Sunannya, yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id. Kata Abu Sa’id :

أَنَّهُ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَتَوَضَّأُ مِنْ بِئْرِ بُضَاعَةَ وَهِيَ بِئْرٌ يُطْرَحُ فِيهَا الْحِيَضُ وَلَحْمُ الْكِلَابِ وَالنَّتْنُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَاءُ طَهُورٌ لَا يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

"Bahwa beliau pernah ditanyakan oleh seseorang tentang perbuatan yang dilakukan Rasulullah s.a.w : "Apakah tuan mengambil air wudlu dari sumur Budhla’ah, yakni sumur yang dituangi darah daging anjing dan barang-barang busuk ?" Jawab Rasulullah : " Air itu suci, tak ada sesuatu yang menjadikannya najis."

Sebab Rasulullah bersabda bahwa pada dasarnya setiap air itu suci, karena adanya pertanyaan dari sahabat tentang hukum air yang bercampur dengan darah, bangkai dan barang-barang busuk, dan masalah tersebut dijelaskan dalam hadits itu sendiri.
Dan contoh Asbabu Wurudi’l-Hadits yang tidak tercantum dalam hadits itu sendiri tapi dalam hadits lain. Contah hal ini pada hadits tetang niat dan hijrah :

 إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

"Sesungguhnya amalan itu hanyalah tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan apa yang diniatkannya. Barangsiapa yang (berniat) hijrah kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa (berniat) hijrah karena dunia yang bakal diraihnya atau wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang diniatkannya itu."

Asbabu’-Wurud dari hadits tersebut, dapat ditemukan pada hadits yang ditakhrijkan oleh At-Thabarany yang bersanad dari Ibnu Mas’ud :

كان بيننا رجل خطب امرأة يقال لها ( ام قيش ) , فأبت ان يتزوجها حتى يهاجر , فهاجر فتزوجها . كنا نسميه ( مهاجر ام قيش(

“Konon pada jama’ah kami terdapat seorang laki-laki yang melamar seorang perempuan yang bernama Ummul Qais. Tetapi perempuan itu menolak untuk dinikahinya, kalau laki-laki pelamar tersebut enggan berhijarh ke Madinah. Maka ia lalu hijrah dan kemudian menikahinya. Kami namai laki-laki itu Muhajir Ummi Qais”


[1] Drs. Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits (Bandung: PT Alma’arif, 1987) c. 5,h. 286

0 comments:

Posting Komentar